Header Ads


TPPO Tak Kunjung Berakhir, Salah Siapa?

 

Oleh: Zuliyama, S. Pd.*)


IndonesiaNeo, OPINI - Bagai rumput yang tak henti-hentinya tumbuh meski telah disemproti racun berulang kali, kejahatan bagai tak kenal lelah terus meneror semua telinga yang terlanjur mendengarnya.  Apa penyebabnya? Haruskan kita mulai membiasakan diri karena kejahatan seolah telah berubah menjadi suatu kebudayaan yang susah dihilangkan malah seringkali diwariskan? 

Ada 11 warga Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan disekap di Myanmar. Menurut Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Jejen Nurjanah, awalnya mereka dijanjikan bekerja jadi tenaga admin/administrasi atau pelayan investasi berbentuk mata uang Kripto di Thailand, tapi pada akhirnya menyeberang ke Myawaddy, Myanmar dan bekerja menjadi pelaku penipuan (scammer) daring (antaranews.com, 11/9/2024).

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono mengaku kaget dan sedih atas terungkapnya jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Menurutnya, berulangnya kejadian semacam ini diakibatkan dari kurang gencarnya edukasi yang dilakukan pemerintah. “Berarti kesalahan ini memang tentu pemerintah juga bertanggung jawab untuk melakukan edukasi, juga pembelaan terhadap para WNI kita di Myanmar,” kata Dave. Di sisi lain, Dave menduga bisa jadi ada keterlibatan aparat tertentu. Ia menegaskan, tentu sindikat semacam ini harus dibongkar jaringannya sampai ke akar. “Harus ada penjelasan dari pemerintah, baik kepada keluarga ataupun masyarakat umum, bahwa kegiatan-kegiatan seperti ini, tipuan, rayuan-rayuan pekerjaan dengan gaji besar, dolar di luar negeri, itu semua ternyata adalah palsu yang justru memberatkan dan menjerat para warga kita, hingga menyulitkan semua orang ketika mereka terjerat dalam permasalahan ini,” tambahnya. 


Mengapa TPPO Tak Kunjung Punah?

Menurut UU 21/2007 pasal 1 angka 1, perdagangan orang atau perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Adapun penyebab terjadinya TPPO antara lain: kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan dipaksa dengan kekerasan. 

Untuk menangani masalah ini, pemerintah telah mengeluarkan perpres nomor 19 tahun 2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RAN TPPO). Didalamnya terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, mulai dari penguatan kebijakan dan regulasi, penanganan rehabilitasi, pemulangan, reintegrasi, peningkatan pemahaman individu tentang TPPO, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, pengembangan sistem data terpadu TPPO, sampai dengan pengembangan inovasi dalam upaya pencegahan   TPPO (KemenkoPMK, 7/11/2023).

Sayangnya, terkadang aturan hanyalah tinggal aturan. Betapa tidak, pada beberapa kasus terdapat banyak oknum terlibat malah dengan mudah dibayar untuk menutupi  kasus TPPO ini. Ada juga yang telah nyata menjadi tersangka namun berakhir tidak ditahan hingga saat ini. Mengapa bisa demikian?

Sebenarnya tak heran fakta-fakta seperti ini malah merajalela. Bukan barang baru jika suap menyuap terjadi untuk menghindarkan diri dari jeratan hukuman.  Bukan barang baru juga jika hukum yang adil susah didapatkan hanya karena tak punya uang. Ya tak heran, karena ini adalah fakta yang harus kita tuai saat sistem kapitalisme diterapkan. Sistem ini hanya menjadikan manfaat/materi sebagai asas perbuatan. Tak ada yang namanya pengurusan tanpa imbalan, tak ada namanya bekerja tanpa untung, atau yang sering kita dengar sebagai no free lunch atau tidak ada makan siang gratis. Itu juga berlaku pada para penguasa negeri. Para pengurus rakyat seperti ogah-ogahan untuk mengurusi rakyatnya. Kalaupun mengurusi, maka dengan usaha yang seminim mungkin. Ataupun jika ada yang mengurusi dengan serius, maka dapat dihitung jari. 


Aturan Islamlah Yang Kita Butuhkan Saat Ini? 

Selain sebagai agama, Islam juga merupakan sebuah ideologi yang mengatur seluruh urusan manusia mulai dari tingkatan individu hingga tingkatan negara. Lantas bagaimana Islam mengatasi TPPO yang menjamur? Dalam sistem Islam, aturan yang diterapkan adalah aturan yang bersumber dari sang Pencipta, sehingga tidak ada yang namanya kedaulatan di tangan rakyat atau segelintir orang melainkan kedaulatan di tangan hukum syara. Tidak akan ada yang namanya perubahan aturan karena telah disuap atau karena hubungan kekeluargaan, tidak ada yang namanya kasihan dan sebagainya. Bahkan Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda “Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya” (HR. Bukhari dan Muslim). Ketiadaan tawar menawar dan beratnya hukuman dalam Islam inilah yang akan membuat para calon pelaku berpikir seribu kali saat akan melakukan kejahatan.

Tak cukup pada aturannya, sistem islam juga menjaga keimanan setiap individu dengan adanya amar ma’ruf nahi mungkar. Tiap individu akan senantiasa diingatkan saat berbuat salah dan senantiasa diajak untuk melakukan berbagai kebaikan. Allah berfirman dalam QS. Ali imran: 104 “Hendaklah ada diantara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Pendidikan Islam yang diberikan pada setiap individu juga akan senantiasa mengokohkan keimanan mereka hingga senantiasa mengingat tujuan mereka diciptakan. Ini juga berlaku pada pengurus rakyat. Mereka akan senantiasa menjalankan tugasnya dengan baik, karena takut akan dosa dan hukuman yang mengintainya di akhirat kelak jika mereka berbuat hal-hal yang tak semestinya. Rasulullah bersabda “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam bishshawwab.[]

*) Pegiat Literasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.