Gen Z Dalam Pusaran Politik Praktis, Sebatas Ceruk Suara?
Oleh: Teti Ummu Alif*)
IndonesiaNeo, OPINI - Tak terasa perhelatan Pilkada serentak 2024 sudah didepan mata, Gen Z kembali menjadi sorotan. Pasalnya, kelompok anak muda yang lahir pada 1997—2012 akan menjadi kelompok kedua terbesar setelah generasi milenial. Berbeda dengan generasi milenial yang cenderung memiliki atensi yang tinggi terhadap politik, Gen Z malah sebaliknya, yakni identik dengan buta politik. Oleh karena itu, segala bentuk strategi pendekatan dilakukan agar para kawula muda ini melek politik dan bisa menjadi duta demokrasi. Seperti yang dilakukan oleh salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Konawe Sulawesi Tenggara. Dimana dalam upaya meningkatkan kesadaran politik dan literasi digital, SMA Negeri 1 Wawotobi baru saja menggelar program Sekolah Kebangsaan (Telisik.id 22/10/2024).
Program ini merupakan bagian dari inisiatif Tular Nalar, dengan dukungan dari Love Frenkie dan Google.org, yang berfokus pada literasi digital dan demokrasi. Tujuannya membekali generasi muda dengan keterampilan berpikir kritis, agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan. Sehingga, melalui pelatihan ini, para siswa diharapkan menjadi agen perubahan di lingkungan mereka, menyebarkan informasi yang benar dan mendorong teman-teman sebaya untuk ikut serta dalam pemilu. Pendidikan politik dengan tema "Semarak Pilkada Gen-Z sebagai Suara Demokrasi" di kalangan pelajar ini merupakan bagian dari proyek penguatan profil pelajar Pancasila dalam kurikulum merdeka. Maka tak heran jika kegiatan semacam ini digelar di seluruh wilayah Indonesia.
Ya, sudah lazim diketahui apabila menjelang Pilkada 2024 para calon kepala daerah mengerahkan segala upaya guna mendulang suara Gen Z. Tentu disertai tawaran menarik dengan janji hidup yang lebih baik dibawah kepemimpinan mereka. Namun seyogianya, Gen Z tidak boleh lupa bahwa dalam sistem demokrasi yang diterapkan hari ini, mereka hanya dibutuhkan suaranya untuk memenangkan pilkada. Setelah itu, nasib mereka tidak akan ada perubahan, sebagaimana masa-masa sebelumnya.
Wajib disadari bahwa demokrasi tidak layak untuk diperjuangkan sebab kerusakan tatanan kehidupan saat ini justru lahir dari sistem politik demokrasi. Buktinya, sejak awal kemerdekaan hingga hari ini, demokrasi tidak mampu membawa rakyatnya pada kesejahteraan. Sebaliknya persoalan kehidupan umat kian rumit. Harga kebutuhan hidup semakin tinggi, pengangguran, kebodohan, kelaparan, hingga kriminalitas yang angkanya terus naik.
Untuk itu, Gen Z hendaknya jangan terkecoh dengan mulut manis demokrasi yang menjanjikan kekuasaan di tangan mayoritas rakyat, sebab realitasnya tidaklah demikian. Semua itu adalah dusta demokrasi yang terus ditutupi oleh para punggawanya. Politik demokrasi adalah politik kotor yang hanya dilakoni para elite parpol yang berebut kursi jabatan. Jelas, sama sekali tidak berkorelasi dengan perbaikan kehidupan masyarakat. Buktinya, siapa pun pemimpinnya, nasib rakyat tetap sengsara. Realitas inilah faktor yang membentuk para pemuda malas berpolitik dalam sistem demokrasi meskipun mereka tidak memahami kesalahan demokrasi secara konseptual.
Sudah selayaknya Gen Z sebagai agen perubahan, mengganti sistem demokrasi dengan sistem yang lebih baik sesuai fitrah manusia, memuaskan akal, dan membangun kesejahteraan bagi semua golongan. Ialah sistem Islam yang akan menerapkan syariat Islam secara kafah.
Sistem inilah yang akan menyelesaikan perbedaan-perbedaan manusia dengan lebih cepat tanpa interupsi. Juga lebih adil karena tidak ada kepentingan ekonomi maupun politik bagi golongan tertentu sebagaimana terjadi di alam demokrasi.
Sistem Islam sesuai dengan hukum Allah Sang Pencipta yang akan membawa pada rahmat bagi seluruh alam. Terbukti, pada masa kejayaan Islam, begitu banyak pemuda yang namanya menjadi inspirasi karena kemuliaan dan tunduknya sikap mereka dalam memuliakan Islam.
Sejak generasi sahabat, bahkan hingga Sultan Muhammad al-Fatih yang menaklukkan Konstantinopel yang menjadi gerbang tersebarnya Islam ke Eropa. Umar bin Khaththab ketika masa mudanya pun dihabiskan untuk mengikuti pertemuan para petinggi. Meskipun kala itu ia belum masuk Islam, kita bisa lihat semangatnya dalam memahami politik.
Nabi pun mengingatkan kaum muslim untuk menjaga masa muda mereka sebaik-baiknya, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara, yaitu masa mudamu sebelum masa tuamu ….” (HR Baihaqi). Wallahualam.[]
*) Pemerhati Masalah Generasi
Gen Z harus melek politik islam agar tak tertipu dgn janji manis demokrasi
BalasHapus