Header Ads


Drama Pajak Naik, Hidup Rakyat Makin Tercekik

Oleh. Fatma Wati Edi Nafsil*)


IndonesiaNeo, OPINI - Meski semestinya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai hanya berlaku untuk barang mewah, sejumlah barang dan jasa tetap ikut terdampak tarif PPN 12 persen. Kenaikan pungutan pajak itu terjadi atas sejumlah barang dan jasa yang sehari-hari cukup sering diakses masyarakat. Misalnya, PPN atas kegiatan membangun dan merenovasi rumah, pembelian kendaraan bekas dari pengusaha penyalur kendaraan bekas, jasa asuransi, pengiriman paket, jasa agen wisata dan perjalanan keagamaan, dan lain sebagainya. Di sisi lain PT Pertamina (Persero) resmi mengubah harga produk Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi. Tak cuma Pertamina, badan usaha lain seperti Shell Indonesia, BP-AKR dan Vivo Energy Indonesia juga melakukan hal yang sama. CNBC Indonesia 03/01/2025


Ketidakjelasan Implementasi

Hal ini bisa terjadi karena ketidakjelasan informasi, kebingungan implementasi, dan kerumitan administrasi pajak yang bisa berakibat buruk pada iklim berusaha dan ekonomi negara. Ironisnya, tujuan populis yang disasar juga berpotensi tidak tercapai. Akibat kebijakan yang berubah-ubah hingga tiga kali dalam satu bulan, diiringi narasi dan komunikasi pemerintah yang tidak efektif, harga-harga sudah telanjur naik karena adanya efek psikologis pengusaha untuk mengantisipasi kenaikan PPN. Ketika harga sudah naik, tidak bisa dikoreksi meski aturan menyebutkan kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja. Sementara negara nampak berusaha untuk cuci tangan dengan didukung media partisan. 

Hal itu terlihat dari pernyataan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyatakan paket kebijakan insentif dan stimulus pemerintah tetap berlaku meski kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12℅ hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah. Paket kebijakan insentif dan stimulus yang diberikan pemerintah salah satunya ialah pajak penjualan rumah bernilai Rp 2 miliar. Menurutnya, pemerintah akan menanggungnya 100 persen. Kemudian, pemerintah juga memberikan insentif untuk PPN kendaraan hybrid dan kendaraan listrik. Pemerintah juga tidak akan mengenakan pajak penghasilan (PPh) terhadap usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun. “Kami juga memberikan dukungan untuk masyarakat banyak, diskon listrik 50 persen untuk pelanggan di bawah 2200 VA,” kata Sri Mulyani. TEMPO.CO 02/01/2025

Dengan menyebutkan berbagai kebijakan insentif dan stimulus pemerintah mengklaim program bantuan tersebut untuk meringankan hidup rakyat. Saat ini masyarakat kelas pekerja berada "di ujung tanduk". Artinya, mereka yang bergaji pas-pasan terpaksa menambah utang atau menguras tabungan demi menyambung hidup.


Kapitalisme melahirkan pemimpin yang populis

Tampak sekali negara memaksakan kebijakan dengan membuat narasi seolah berpihak kepada rakyat. Namun sejatinya abai terhadap penderitaan rakyat. Padahal sudah maklum diketahui kenaikan pajak pasti akan membuat ekonomi rakyat tertekan. Bantuan-bantuan pemerintah hanya bersifat temporer dan sama sekali tidak menghilangkan beban rakyat. Kebijakan ini menguatkan profil penguasa yang populis otoriter. Seperti inilah profil pemimpin dalam sistem kapitalisme. Kapitalisme membuat negara menjadi tujjar (pebisnis) untuk rakyat. 

Konsep kepemimpinan ini menghasilkan pengusaha krisis empati dan kasih sayang kepada Rakyat. Mereka tega mengeluarkan kebijakan yang menambah penderitaan rakyat. Sistem kapitalisme telah nyata membuat hidup dalam kesengsaraan dan jauh dari kata sejahtera. 

Realitas kehidupan semacam ini menuntut adanya sebuah perubahan atas profil penguasa yang shalih sebagai pemimpin. Tentu saja bukan pemimpin yang dicitrakan baik dan menguras rakyat layaknya sistem kapitalisme hari ini. Profil penguasa yang shalih mampu mengemban amanah sebagai raa'in (pengurus) rakyat seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah Salallahu'alaihi wassalam :

"Imam adalah raa'in (gembala) dan ia bertanggungjawab atas rakyatnya. "(HR.Bukhari) 

Sehingga kepemimpinannya akan membawa kerahmatan dan kebaikan untuk rakyatnya. Syaikh Taqiyyudin an Nabhani seorang ulama pendiri partai islam ideologis dalam kitabnya Syakhshiyyah Islamiyah jilid 2 pada bab "Tanggung Jawab Umum". Menjelaskan bagaimana tanggungjawab seorang pemimpin terhadap dirinya sendiri dan rakyat agar menjadi sosok pemimpin yang sholih. Tanggungjawab penguasa yang berkaitan dengan hal-hal yang wajib dipenuhi dalam diri seorang penguasa ialah dia harus memiliki kekuatan dan ketakwaan, kelemahlembutan terhadap rakyat dan tidak menimbulkan antipati. 

Maksud dari kekuatan yang harus dimiliki penguasa adalah kekuatan kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah) yakni aqliyyah (pola pikir) dan Nafsiyah (pola sikap) yang dipengaruhi oleh Islam. Kekuatan ini akan melahirkan seorang pemimpin yang memiliki kekuatan akal yang mumpuni juga sikap kejiwaan yang tinggi yaitu sabar, tidak emosional, ataupun tergesa-gesa dalam membuat kebijakan. 

Dengan demikian ketika ia ingin membuat kebijakan akan fokus pada kemaslahatan yang mampu menyejahterakan rakyat. Sikap yang juga harus dimiliki seorang penguasa adalah ketakwaan. Kekuatan kepribadian Islam yang dibalut dengan ketakwaan membuat pemimpin selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Penguasa seperti ini cendrung untuk taat kepada aturan Allah Ta'ala. Semisal kenaikan pajak, pemimpin dalam Islam akan mengikuti aturan dalam Islam. Pemimpin hanya diperbolehkan memungut dharibah pada kondisi tertentu yang sifatnya temporer sebagaimana yang ditentukan syari'at. Kesadaran pemimpin dalam melayani rakyat atas dasar dorongan keimanan membuat penguasa akan bersikap lembut terhadap rakyatnya. 

Dengan profil pemimpin seperti ini dia akan dicintai rakyatnya diapun mencintai rakyat. Beginilah sosok pemimpin yang lahir dari sistem Islam yakni negara Khilafah. Bukankah pemimpin seperti ini yang diinginkan oleh rakyat? 

Wallahu'alam Bishowab.

*) Pegiat Literasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.