Header Ads


Genjot Investasi, Akankah Terwujud Kesejahteraan Hakiki?

Oleh Ummu Zhafran*)


IndonesiaNeo, OPINI - Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) tahun ini ditarget menggenjot investasi sebesar Rp1,6 triliun. Problemnya, seperti yang diungkap pejabat terkait, Kendari bukan wilayah yang memiliki sumber daya alam melimpah. Lebih tepatnya, kota ini merupakan kota perdagangan dan jasa. Tak heran jika target dengan nominal yang ditetapkan kemudian terasa cukup fantastis. (kendariinfo, 2-1-2025).

Angka 1, 6 triliun tentu bukan sedikit bagi kota berjuluk Kota Bertakwa ini. Apalagi jika potensi wilayahnya diakui sendiri di atas, sukar mengundang investasi.  Berat itu sudah pasti. Maka jauh sebelum bicara nominal target yang harus dicapai, kiranya lebih menarik untuk mengkaji mengapa harus ada investasi. Karena di situ akar masalahnya, seperti kata pepatah, tiada asap tanpa api. 


Investasi Untuk Apa dan Siapa?

Tak bisa dipungkiri investasi  merupakan salah satu komponen  indikator pertumbuhan dalam sistem ekonomi kapitalis yang berlaku di dunia saat ini. Mengutip wikipedia, investasi dalam bentuk penanaman modal yang dilakukan  pihak asing atau swasta pada suatu wilayah maupun negara berkembang bertujuan  meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab penanaman modal asing akan  membuka kesempatan kerja, membangun sarana dan prasarana, mengembangkan teknologi dan mendorong pembangunan industri. (wikipedia).

Sayangnya realitas menunjukkan jika pertumbuhan ekonomi tidak selalu mencerminkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Investasi sudah sejak lama berlangsung, tetap saja terjadi pemutusan hubungan kerja di mana-mana. Bahkan sejak awal tahun hingga Desember 2024, tercatat setidaknya 80.000 kasus PHK. (tempo.co, 25-12-2024). Tak hanya itu, daya beli masyarakat pun menurun hingga di bawah 5 persen. (cnbcindonesia.com, 25-12-2024). 

Selain itu, terdapat pula ketimpangan serta kesenjangan pendapatan yang cukup besar. Terlihat dari rasio GINI yang merupakan alat untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan atau pengeluaran suatu wilayah. Untuk Indonesia, nilainya menyentuh angka 0,38. (BPS, 2023). Cukup tinggi, setidaknya menurut akademisi Dr. R.A. Vidia Gati, S.E.Ak., M.E.I. (muslimahnews,  22-10-2024).

Lainnya lagi, soal pembangunan sarana  termasuk  infrastruktur. Beragam proyek infrastruktur didominasi oleh ambisi, bukan yang benar-benar dibutuhkan rakyat. Belum lagi mayoritasnya kemudian  berbayar sehingga hanya bisa dinikmati segelintir orang saja.

Di sisi lain, kerap kali terdapat infrastruktur yang dibutuhkan rakyat, justru tidak tersedia. Jalan rusak, jalan berlubang, gedung sekolah yang mau roboh, jembatan putus dan lainnya masih jadi berita sehari-hari.

Sampai di sini wajar bila publik lantas menyinggung hubungan antara tingginya investasi dengan terwujudnya kesejahteraan di tengah masyarakat yang nyatanya  berkorelasi negatif. Tak salah jika hal ini diartikan sebagai kegagalan dari ideologi kapitalisme sebagai induk dari ekonomi kapitalis mewujudkan rakyat makmur dan sejahtera. Lalu mengapa  dipertahankan? Miris.


Pemimpin Wajib Menyejahterakan Rakyat

Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, Islam memberikan standar kesejahteraan dengan ukuran yang jelas, yaitu per individu rakyat.  Jika masih ada individu yang belum dapat memenuhi basic need (kebutuhan dasar), artinya tugas negara yang dipimpin Khalifah sebagai pihak yang melayani urusan  umat, belum selesai menurut Islam.

Maka sejahtera dalam Islam tak berhenti sebatas angka di atas kertas maupun asumsi. Namun harus terwujud secara nyata bagi setiap warga negara, tanpa memandang agama, suku maupun warna kulit.

Sabda Rasulullah saw.,

“Tidak seorang pemimpin pun yang menutup pintunya dari orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan, dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan, dan kemiskinannya.” (HR At-Tirmidzi).

Terkait investasi, Islam pun punya solusi. Namun sebelumnya perlu ditegaskan bahwa pembangunan dalam Islam, tidak akan bertumpu pada investasi ataupun bantuan asing. Sebab berisiko menggadaikan kemandirian dan kedaulatan negara. Tetapi bukan berarti sama sekali negara tak dibolehkan menjalin kerja sama ekonomi dalam bentuk investasi. 

Hanya saja harus memenuhi syarat tertentu.

Antara lain, investasi asing tidak boleh menjadi sarana terciptanya penjajahan serta monopoli ekonomi. 

Investasi asing tidak pula dibiarkan bergerak di bidang  pengelolaan sumber daya alam milik umum, kategori kebutuhan pokok atau hajat hidup orang banyak. Karena risikonya dapat mengakibatkan orientasi pelayanan pada rakyat bergeser pada profit bukan lagi semata melayani. 

Berikutnya sudah tentu tanpa riba, sebab sudah sangat jelas hukum haramnya. Jika syarat-syarat ini tak terpenuhi, negara tak segan membatalkan bantuan maupun investasi dalam bentuk apa pun.

Dengan demikian, pembangunan infrastruktur dan yang lainnya dalam Islam semaksimal mungkin dikelola oleh negara yang ditujukan demi kesejahteraan rakyat per individunya. Dengan semua mekanisme yang sesuai syariat yang kafah ini, rakyat niscaya merasakan kesejahteraan yang hakiki. Yakin, Allah Maha Menepati Janji. Wallahua’lam.[]


*) Pegiat literasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.