Mitigasi Negara Lemah, Warga Sering Tertimpa Musibah
Oleh: Feby Arfanti*)
IndonesiaNeo, OPINI - Bencana banjir bandang terjadi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, yang dilaporkan mengakibatkan satu orang meninggal dunia dan tiga warga mengalami luka-luka (CNN Indonesia, 04/01/2025).
Banjir terjadi di kawasan industri pertambangan nikel milik PT Surya Amindo Perkasa di Desa Ganda Ganda, Kecamatan Petasia. Peristiwa ini menyadarkan kita bahwa aktivitas pertambangan, apabila tidak dikelola dengan baik, sejatinya merusak lingkungan.
Seperti halnya di hampir seluruh wilayah Indonesia yang memiliki aktivitas pertambangan, pengelolaan yang buruk pada akhirnya berdampak negatif bagi masyarakat sekitar. Limbah dari aktivitas tambang mencemari sungai, laut, udara, dan lingkungan lainnya. Akibatnya, sumber mata pencaharian warga terganggu. Sungai yang dulunya menjadi sumber kehidupan berubah menjadi tercemar dan tidak lagi bisa dimanfaatkan. Demikian pula dengan laut yang awalnya kaya akan ikan, kini menjadi keruh dan kehilangan sumber daya ikannya. Tak hanya itu, pencemaran udara dari kegiatan tambang juga menambah daftar panjang kerugian yang harus ditanggung masyarakat.
Banjir yang terjadi di wilayah pertambangan sebenarnya merupakan konsekuensi yang wajar apabila tidak ada pengelolaan yang baik, terutama dalam mitigasi bencana. Ditambah lagi dengan perluasan kawasan industri yang mengharuskan penebangan pohon-pohon sebagai daerah resapan air. Hal ini menunjukkan bahwa negara abai terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan warga sekitar. Alih-alih melindungi masyarakat, negara lebih sibuk melayani kepentingan pemilik modal.
Pembangunan yang didasarkan pada kapitalisme dan dikuasai oligarki telah mengubah lahan resapan air menjadi area bisnis. Segala risiko pun diabaikan dengan dalih mengejar pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ar-Rum: 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Begitu pula dalam QS. Asy-Syuraa: 30:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
"Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)."
Dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk melindungi rakyatnya dari berbagai kemudaratan, termasuk bencana. Negara yang menerapkan Islam akan merencanakan pembangunan kota dan desa dengan matang, berorientasi pada kemaslahatan rakyat. Pembangunan dilakukan berbasis mitigasi bencana, di mana konservasi lingkungan menjadi perhatian utama. Islam juga melarang perusakan tanaman dan pembunuhan binatang secara sembarangan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Selain itu, Islam mendorong adanya pemetaan wilayah sesuai potensi bencana berdasarkan kondisi geografisnya, sehingga tata ruang yang dibangun aman bagi manusia dan alam. Semua ini dilakukan karena Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in (pelindung) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya, termasuk dalam menghadapi bencana.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
*) Mahasiswi STAI YPIQ Baubau
Post a Comment