Header Ads


Pembatalan Ijazah Mahasiswa Buah Kesalahan Paradigma Pendidikan Sekuler

Oleh: Rasyidah*)


IndonesiaNeo, OPINI - Lagi dan lagi persoalan yang masih terus menjadi pusat perhatian, khususnya di bidang pendidikan. Pendidikan di negeri ini benar-benar sangat meresahkan. Bagaimana tidak, terkait dengan informasi yang beredar cukup memilukan.

Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung, Jawa Barat, membatalkan kelulusan dan menarik kembali ijazah yang telah diterbitkan untuk 233 alumni periode 2018-2023. Langkah ini dilakukan setelah temuan kejanggalan dalam proses kelulusan oleh tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). (Beritasatu.com. 16/1/2025).

Dedy Jamaludin Malik selaku Ketua Stikom Bandung menjelaskan bahwa pembatalan ini merupakan bentuk ketaatan terhadap aturan yang berlaku. "Sebuah ijazah harus dikeluarkan dengan prosedur yang sempurna. Ada ketidaksesuaian data, seperti jumlah SKS minimal 144, IPK, dan tes plagiasi skripsi antara data kampus dengan pangkalan data Dikti."

Dilansir Kompas.com 17/1/2025, dengan protes yang terus bergulir, Stikom Bandung kini menghadapi tekanan besar dari alumni untuk segera menyelesaikan masalah ini tanpa merugikan pihak yang tidak bersalah. Para alumni berharap ada solusi yang adil dan transparan dari kampus demi menjaga nama baik mereka di masyarakat dan dunia kerja.

Mengamati kejadian kasus baru-baru ini, terkait penarikan ijazah di negeri kita menggambarkan bahwa makin acuh tak acuhnya kondisi potret pendidikan saat ini.

Informasi terkait penarikan ijazah mahasiswa Stikom menambah panjang daftar buruknya sistem pendidikan di Indonesia. Terlepas dari siapa yang benar dan salah, yang pasti kasus seperti ini tidak akan terjadi jika sistem pendidikannya benar.

Faktanya, sistem pendidikan yang berlaku adalah sistem pendidikan sekuler yang merupakan salah satu subsistem dari sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini. Sistem ini tidak mengenal halal haram.

Dalam sistem ini, pendidikan rentan dikapitalisasi, dijadikan komoditas, dan hanya berorientasi pada keuntungan materi.

Di pihak lain, negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator yang mengatur berdasarkan prinsip kemaslahatan subjektif. Dampaknya, muncul peluang penyelewengan di semua unsur dan level (negara, penyelenggara pendidikan, pelaku pendidikan, dan objek pendidikan).

Sehingga hal tersebut sangatlah wajar, karena dalam tatanan kehidupan sekuler-liberal, menjadikan semua perlakuan ataupun perbuatan buruk mudah dilakukan, sekalipun hanya sekadar penarikan ijazah.

Semua ini adalah potret hasil dari penerapan sistem kufur, kapitalisme-sekulerisme di negeri ini, yang memang pada dasarnya sistem ini memandang kehidupan sebagai pencapaian nilai materi dunia atau memisahkan agama dari kehidupan.

Hal ini sangat berbeda jauh dengan sistem Islam. Islam memiliki tanggung jawab penuh demi terpenuhinya penyelenggaraan pendidikan yang baik.

Dalam Islam diketahui bahwa pendidikan adalah sesuatu yang wajib dan kebutuhan pokok yang wajib dijamin oleh negara. Atas hal itu, adalah perintah langsung dari Rasulullah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: "Seorang imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus), ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya." (HR. Bukhari)

Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang ditanggung negara, sehingga semua rakyat dapat mengakses dengan gratis, karena negara Islam memiliki sumber dana yang beragam dan banyak.

Islam menjadikan kehidupan berasas akidah Islam, termasuk dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Semua urusan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Oleh karena itu, semua sesuai dengan aturan Allah, sesuai standar halal dan haram. Semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan akan taat pada aturan Allah, termasuk dalam menjaga kualitas dan kredibilitas institusi pendidikan. Negara akan menjamin dan mengawasi agar semua berjalan sesuai dengan syariat Allah.

Adapun pembiayaan untuk pelayanan pendidikan gratis, dianggarkan dari pendapatan Baitulmaal. Terdapat dua pos pendapatan yang dapat digunakan yaitu: pertama, dari pendapatan kepemilikan negara seperti fa'i, kharaj, ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharîbah (pajak). Kedua, pos kepemilikan umum seperti tambang minyak, gas, hutan, laut, dan hima (kepemilikan umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

Sehingga dengan tanggung jawab yang penuh dari sisi perekonomian juga stabil saling mendukung, terciptalah hasil pendidikan yang bermartabat tinggi.

Wallahualam bissawab.


*) Pegiat Literasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.