Header Ads


Tak Cukup Gencatan Senjata, Usir Penjajah dari Gaza!

Oleh: Ummu Zhafran*)


IndonesiaNeo, OPINI - Tak lama setelah kebakaran hebat di negeri Paman Sam, gencatan senjata di Gaza akhirnya resmi berlaku. Tepatnya 19 Januari 2025, Hamas dan Israel sepakat menghentikan perang sementara waktu (cnbcindonesia.com, 21-01-2025).

Ada pun rincinya, gencatan senjata ini akan berlangsung tiga tahap dalam waktu 42 hari. Tahap pertama,  33 sandera negeri Zionis akan dibebaskan, terdiri dari perempuan sipil dan rekrutan militer perempuan, anak-anak, orang tua, termasuk warga sipil yang sakit dan terluka. Sebagai gantinya, ratusan warga Palestina juga akan dibebaskan. Tahap kedua akan dimulai pada hari ke-16 gencatan senjata yang mencakup pembebasan semua tawanan yang tersisa. 

Hanya saja, sekali zionis tetaplah zionis. Sekali Bani Israil tetaplah Bani Israil. Bangsa yang diabadikan sifatnya dalam kitab suci AlQur’an. 

“...(tetapi) mereka (Bani Israil) melanggar janji mereka, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang telah diperingatkan kepada mereka…” (QS. Al-Maidah: 13).

Terbukti, Israel kembali menyerang Gaza beberapa jam setelah kesepakatan gencatan senjata disepakati pada Rabu (15/01/2025). Buntut dari serangan itu, sedikitnya 77 orang tewas, termasuk 21 anak dan 25 wanita (detiknews.com, 16-01-2025).

Arogansi yang ditunjukkan Zionis Israel tanpa henti seharusnya membuka mata dunia. Bahwa tak cukup hanya dengan gencatan senjata. Persoalan Gaza keseluruhan hanya bisa selesai dengan diusirnya penjajah dari seluruh wilayah Palestina. Tepatnya mengusir bangsa Zionis yang selama ini melakukan pendudukan dengan bantuan negara-negara Barat yang hipokrit, khususnya Paman Sam. 

Faktanya, sebanyak  17,9 miliar dolar AS (sekitar Rp280,8 triliun) dialirkan Amerika ke Israel sejak 7 Oktober 2023. (Antaranews.com, 31-10-2024) Pun, hingga akhir tahun lalu, AS telah melakukan lima kali veto terhadap usulan gencatan senjata di Sidang PBB. (internasionalsindonews.com, 21-11-2024). Maka gencatan senjata sedikit banyaknya serupa dengan donasi kemanusiaan, belum menjawab kebutuhan rakyat Gaza. Bukan berarti tidak penting, namun  yang dibutuhkan adalah enyahnya entitas penjajah dari bumi Palestina secara mutlak. 

Karena Gaza yang merupakan bagian dari tanah Palestina, keseluruhannya adalah tanah milik umat Islam sejak dibebaskan oleh pasukan muslim di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab ra. Kondisinya tetap demikian sejak masa Kekhilafahan Islam hingga kelak di akhir zaman. Dunia saat itu mengakuinya. 

Sampai pada era kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman) tahun 1867-1909, Zionis Yahudi mengirim utusannya untuk membujuk penguasa muslim saat itu agar mau menyerahkan sepetak wilayah Palestina kepada Zionis, Namun simak apa yang dikatakan Khalifah Sultan Abdul Hamid II,

“Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Zionis silakan menyimpan harta mereka. Jika Daulah Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Daulah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup” (Khalifah Abdul Hamid II, 1902).

Hanya saja roda sejarah kemudian berputar. Utsmaniyah kemudian runtuh. Lalu terjadi Deklarasi Balfour, 2 November 1917. Saat itu, Inggris  dengan arogan menyatakan sejengkal tanah Palestina adalah milik bangsa Israel. Selanjutnya, 29 November 1947, PBB mengumumkan persetujuan berdirinya negara Israel yang diamini oleh AS, dengan wilayah Israel meliputi 55% tanah Palestina. Sejak itu, pengusiran dan pembunuhan terhadap kaum Muslim Palestina pun dilakukan masif hingga kini tersisa tinggal wilayah Gaza.

Jelas, yang terjadi adalah pendudukan dan penjajahan, bahkan genosida seperti yang disaksikan dunia sejak 7 Oktober 2023. Sementara persoalan mengusir penjajah ini jauh hari telah diatur dalam Islam. Syariat  memerintahkan untuk memerangi siapa pun yang memerangi kaum Muslim, bahkan  mengusir kaum Muslim dari tanah-tanah mereka.   Firman Allah Swt. (yang artinya): “Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian” (QS Al Baqarah : 190). Yaitu dengan jihad fi sabilillah yang berdasarkan dalil di atas hukumnya wajib.

Namun, perlu pula dipahami bahwa yang dihadapi oleh umat Islam terkait Palestina ini bukan hanya entitas penjajah Yahudi tetapi juga negara-negara imperialis Barat yang kokoh membantunya. Termasuk bungkamnya penguasa di negeri-negeri muslim tetangga hingga di dunia.

Untuk itu, penting untuk selalu mengingat pesan Imam Al Ghazali. Bahwa akidah dan kekuasaan bagaikan dua saudara kembar. Akidah Islam adalah fondasi (asas) dan kekuasaan sebagai penjaganya. Segala sesuatu yang tak memiliki fondasi niscaya akan roboh, dan segala sesuatu yang tidak memiliki penjaga niscaya bakal hilang atau musnah.

Itulah pentingnya mewujudkan penjaga berupa perisai. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang Imam itu bagaikan junnah atau perisai…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Terhadap hadits ini, Al ‘Allamah Imam Nawawi menjelaskan, “Imam atau Khalifah itu ibarat tameng. Karena dia mencegah musuh menyerang dan menyakiti kaum Muslim. Melindungi keutuhan Islam, disegani oleh masyarakat, dan mereka pun takut terhadap kekuatannya” (Raudhatu at-Thâlibîn, Juz X/49). Wallahua’lam.[]


*) Pegiat literasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.