Banjir Parah Terus Terulang, Buah Pahit Pengelolaan Kapitalis
Oleh : Cahaya Dwi Bunga
Pada awal tahun 2025 berbagai musibah menimpa negeri ini, salah satunya banjir bandang di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah pada Jumat,03 Januari 2025. Banjir terjadi di kawasan Industri Pertambangan Nikel milik PT. Surya Amindo Perkasa. Dilaporkan satu orang meninggal dunia dan tiga warga mengalami luka-luka. (cnnindonesia.com). Kejadian tersebut tidak hanya kali pertama di Morowali, sebelumnya banjir juga terjadi awal mei & penghujung Desember 2024 di kecamatan Bahodopi.
Banjir bandang yang sering terjadi di wilayah tersebut bukan sekedar banjir yang disebabkan oleh fenomena alam semata. Namun, disinyalir akibat peluasan tambang nikel sehingga terjadi aktivitas penebangan hutan dalam skala yang sangat besar (deforestasi) sehingga hutan berubah menjadi lahan non hutan. Selain itu, terjadinya degradasi lingkungan, yakni penurunan kualitas lingkungan yang terjadi karena sumber daya alam yang dieksploitas habis-habisan, penebangan hutan dan alih fungsi lahan pertanian. Inilah yang menyebabkan banjir bandang selalu menghampiri wilayah tersebut.
Tentu hal ini tak lepas dari peran negara yang memberikan ruang kekuasaan tambang pada swasta, serta negara lemah dalam melakukan pengawasan pertambangan sehingga perusahaan yang terduga melakukan pelanggaran kaidah lingkungan tidak ditindak tegas dan serius, bahkan cenderung dibiarkan. Sehingga aktivitas yang merugikan masyarakat yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar ini berjalan mulus tanpa memperhatikan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang harusnya ini senantiasa diawasi oleh Negara. Sehingga, ketika perusahaan-perusahaan tambang ini merusak lingkungan, aktivitas pertambangan harus dihentikan. Namun, alih-alih menghentikan, negara justru membiarkan.
Inilah realitas sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan pengelolaan SDA berbasis investasi dengan pengelolaan penuh oleh para pemilik modal (kapital). Negara sendiri bertindak sebagai regulator yang memuluskan privatisasi SDA tersebut. Ketika pengelolaan SDA diberikan pada para korporasi, maka pengelolaannya akan dilakukan berdasarkan untung rugi, maka dari sinilah muncul tata kelola yang berlebihan dan berjalan tanpa kendali sehingga merusak alam. Inilah keserakahan para kapital, yang mengakibatkan terancamnya keselamatan masyarakat dan keseimbangan alam.
Dalam aturan Islam, yakni negara khilafah yang aturannya berasal dari Allah SWT (Al-Khaliq) kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum, sehingga, ini tidak bisa dikelola oleh individu atau swasta, apalagi pihak asing. Namun, kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara sesuai syariat islam, dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Dan pengelolaan ini tentu dengan tidak merusak lingkungan serta merugikan masyarakat. Karena dalam Islam, kebijakan negara harus memprioritaskan keselamatan dan kemaslahatan rakyat. Islam telah menempatkan negara sebagai pengurus seluruh urusan umat, bukan pelayan korporasi sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Oleh karena itu kembalilah pada aturan Allah agar tercipta kesejahteraan dan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu'alam
Post a Comment