Header Ads


Mencegah Stunting Melalui Program MBG, Efektifkah?

Oleh: Siti Nur Hadijah*) 


IndonesiaNeo, OPINI - Kesehatan dalam Islam merupakan suatu anugerah yang patut disyukuri karena dengan kesehatan yang baik, aktivitas akan berjalan dengan optimal. Oleh sebab itu, negara Indonesia berupaya mencegah persoalan kesehatan pada generasi muda, terutama stunting, melalui program MBG. Namun, efektifkah program ini dalam menyelesaikan masalah stunting di Indonesia?

Dilansir dari CNBC Indonesia, Presiden Prabowo Subianto disebut “gelisah” karena masih banyak anak yang belum mendapatkan Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa dibutuhkan anggaran mencapai Rp100 triliun untuk memberikan makanan gratis kepada 82,9 juta penerima manfaat.

Hal ini diungkapkan Dadan usai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto bersama beberapa menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jumat (17/1/2025). Rapat tersebut membahas Program MBG.

Makan bergizi gratis merupakan program besar yang diluncurkan pemerintah dengan harapan dapat mengurangi angka stunting di Indonesia. Program ini diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan gizi yang menerpa anak-anak. Namun, faktanya, MBG tidak mampu memenuhi target kebutuhan gizi karena terjadi pengurangan jenis menu, seperti susu. Hal ini menuai kritik dari masyarakat, baik dari sisi pendanaan, kualitas makanan yang diragukan atau membahayakan, hingga sasaran program yang tidak tepat.

Program ini seharusnya menjadi solusi bagi generasi yang mengalami kekurangan gizi, tetapi ternyata masih sebatas angan-angan dan bahkan menunjukkan ketidakmampuan negara dalam mengurus rakyatnya. Kebijakan yang diharapkan mampu mengatasi kasus stunting justru pada akhirnya menjadikan peserta didik penerima MBG sebagai korban akibat pengabaian standar kebersihan dalam pengolahan makanan.

Masalah pendanaan yang tidak stabil serta anggaran yang tidak mencukupi dalam penyaluran program ini menyebabkan banyak daerah melaporkan keterbatasan dana. Dengan ketersediaan dana yang terbatas, kualitas makanan pun menjadi perhatian utama. Kekhawatiran muncul apabila makanan yang disediakan tidak memenuhi asupan gizi yang dibutuhkan. Sementara itu, pemerintah mengajukan penggunaan dana zakat dan dana hasil korupsi untuk menunjang keberlanjutan program MBG ini, yang semakin mengindikasikan ketidaksiapan pemerintah dalam mengusung program ini secara mandiri.

Program MBG juga menghadapi kritik terkait dengan sasaran yang tidak tepat. Pendistribusiannya tidak merata, banyak anak di berbagai daerah belum merasakan manfaatnya. Anak-anak yang seharusnya menjadi prioritas utama justru tidak mendapatkan haknya dalam program yang telah dijanjikan ini. Hal ini disebabkan oleh kurangnya persiapan pemerintah dalam hal pendanaan serta pendataan yang tidak akurat di setiap daerah. Akibatnya, program ini gagal mencapai tujuan utamanya, yaitu menurunkan angka stunting di Indonesia secara menyeluruh.

Meningkatnya kasus stunting di Indonesia mencerminkan bahwa telah terjadi kegagalan sistem dalam memastikan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Program yang seharusnya didedikasikan untuk kepentingan rakyat malah tampak seperti media kampanye untuk menarik suara. Proyek ini sering kali dianggap sebagai alat pencitraan politik daripada solusi nyata dalam mengatasi masalah stunting. Sistem kapitalisme menjadikan negara hanya berorientasi pada investor dan berperan sebagai regulator yang berpihak pada swasta.

Berbeda halnya dengan sistem kepemimpinan Islam, yang memiliki solusi untuk mengatasi masalah gizi dan stunting. Negara Islam bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan gizi dan kesehatan rakyat, terutama generasi muda. Melalui pendanaan mandiri yang bersumber dari zakat, kharaj, fa’i, dan pengelolaan sumber daya alam, negara dapat merealisasikan program pemenuhan gizi secara berkelanjutan tanpa bergantung pada anggaran yang tidak memadai.

Kebijakan Islam secara sistematis tidak hanya berfokus pada penyediaan makanan, tetapi juga pada pendidikan rakyat tentang pentingnya gizi dan pola hidup sehat. Negara akan melibatkan para pakar dalam setiap pengambilan keputusan terkait pemenuhan gizi dan pencegahan stunting. Edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya asupan nutrisi yang seimbang juga diberikan untuk mencegah masalah stunting. Dengan lingkungan masyarakat yang paham akan pendidikan gizi serta fasilitas kesehatan yang memadai, pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berlangsung secara maksimal.

Islam menjadikan negara sebagai pelindung dan pengurus rakyat. Kebutuhan sandang, pangan, dan papan diberikan negara melalui mekanisme tidak langsung, yakni dengan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan. Negara wajib mengelola sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum, yang hasilnya digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Dengan ketersediaan dana yang besar dari sumber yang beragam, kebijakan yang berorientasi pada kemaslahatan rakyat dapat diwujudkan dengan kualitas terbaik. Hal ini akan terwujud dalam negara yang menerapkan syari'at Islam secara Kaffah(Khilafah) bukan dalam kubangan sistem Demokrasi-Kapitalisme. 

Wallahu a‘lam bishshawab.

*) Pegiat Literasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.