Setelah Pertamax Oplosan, Terbitlah Minyakita Oplosan
Endar_ummWildan
Belum usai kegemparan kasus bahan
bakar minyak (BBM) Pertamax yang dioplos, kini muncul permasalahan baru dengan
salah satu merek minyak goreng bersubsidi, Minyakita, yang tak sesuai takaran.
Seperti dilansir dari Tempo.co, Kejaksaan Agung membongkar dugaan korupsi di PT
Pertamina Patra Niaga, yang diduga mengoplos Pertamax dengan Pertalite dalam
kurun waktu 2018–2023.
Kini, belum selesai masalah
Pertamax oplosan, publik kembali dikejutkan oleh temuan bahwa minyak goreng
kemasan Minyakita yang beredar di pasaran tidak sesuai dengan takaran pada
labelnya. Seperti dilansir dari Tirto.id, Satgas Pangan Polri sedang
menyelidiki dugaan pelanggaran ini. Hasil pengukuran sementara menunjukkan
bahwa kemasan yang seharusnya berisi 1 liter minyak goreng, ternyata hanya
berisikan antara 700 hingga 900 mililiter (Antara, 9/3/2025).
Mengapa Hal Ini Bisa
Terjadi?
Kecurangan seperti ini bukan
pertama kali terjadi. Minyakita, sebagai minyak goreng bersubsidi dari
pemerintah, seharusnya menjadi solusi bagi masyarakat untuk mendapatkan minyak
dengan harga terjangkau. Namun, kini masyarakat kembali dibuat resah akibat
ketidaksesuaian takaran yang merugikan mereka. Apalagi di bulan Ramadan, di
mana harga barang kebutuhan pokok melonjak signifikan.
Fenomena ini menunjukkan
lemahnya pengawasan negara terhadap distribusi barang kebutuhan pokok. Aparat
memang sering kali menggertak perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan
ancaman tindakan hukum, tetapi dalam praktiknya, kasus serupa terus berulang
tanpa adanya efek jera.
Negara Lemah di Hadapan
Korporasi
Kasus ini semakin menegaskan
bahwa distribusi kebutuhan pokok saat ini berada di bawah kendali korporasi,
sementara negara hanya berperan sebagai regulator yang sering kali tidak
efektif dalam mengatasi penyimpangan. Tidak adanya sanksi tegas yang menjerakan
membuat praktik curang terus terjadi. Hal ini membuktikan bahwa dalam sistem
ekonomi kapitalis, keuntungan menjadi orientasi utama, bukan kesejahteraan
rakyat.
Negara seharusnya berperan
sebagai pelindung dan pengurus rakyat (ra’in wa junnah), tetapi dalam
sistem kapitalisme, peran ini menjadi kabur. Pemerintah baru bertindak ketika
masalah telah mencuat ke publik dan menimbulkan keresahan luas.
Solusi Islam dalam
Menjamin Kebutuhan Rakyat
Dalam sistem Islam, pengaturan
kebutuhan pokok rakyat berada di bawah kendali pemerintah. Politik ekonomi
Islam bertujuan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan,
sandang, dan papan, bukan sekadar menciptakan iklim bisnis yang menguntungkan
segelintir pihak. Pemimpin bertanggung jawab penuh dalam mengelola distribusi
barang kebutuhan pokok dan memastikan tidak ada kecurangan dalam rantai
pasokan.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
negara wajib melakukan pengawasan ketat terhadap distribusi barang dan menindak
tegas segala bentuk distorsi pasar. Dalam Islam, qadhi hisbah bertugas
melakukan inspeksi pasar secara berkala. Jika ditemukan kecurangan seperti
kasus Minyakita oplosan ini, negara akan memberikan sanksi tegas, bahkan bisa
melarang pelaku usaha yang terbukti curang untuk beroperasi kembali.
Dengan penerapan sistem Islam,
keadilan dalam distribusi barang dapat diwujudkan, dan rakyat tidak perlu lagi
menjadi korban dari kebijakan yang abai terhadap kepentingan mereka. Wallahu’alam
bi shawab.
Post a Comment