Banjir Terulang Lagi, Lemahnya Peran Negara dalam Mitigasi
Oleh: Rasyidah*)
IndonesiaNeo, OPINI - Persoalan banjir tak kunjung usai. Banjir masih terus menjadi problem yang terus mengerogoti masyarakat, apalagi musim penghujan telah tiba. Meskipun sudah melakukan miitgasi oleh pemerintah, namun yang terjadi tetaplah kesengsaraan.
Dilansir Kompas.com, potensi banjir pesisir atau rob kembali mengancam sejumlah wilayah pesisir utara DKI Jakarta. BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Maritim Tanjung Priok merilis peringatan dini terhadap risiko peningkatan tinggi muka air laut yang dipicu oleh dua fenomena astronomi penting pada April 2025.
Fenomena astronomi tersebut, yakni Bulan Purnama yang terjadi pada 13 April 2025 dan Super New Moon pada 27 April 2025. BMKG menyampaikan, bahwa kombinasi fase bulan dengan posisi perigee (jarak terdekat bulan dengan bumi) akan meningkatkan gaya tarik gravitasi bulan terhadap air laut, sehingga berpotensi menaikkan pasang maksimum yang mengakibatkan banjir rob.
Banjir rob tidak berdampak merata, namun terdapat wilayah-wilayah tertentu di pesisir utara Jakarta yang secara geografis lebih rendah dan lebih dekat dengan garis pantai. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta telah memberikan informasi peringatan dini mengenai sejumlah wilayah yang diperkirakan akan mengalami dampak paling signifikan dari banjir pesisir rob ini.
Seolah banjir telah menjadi langganan tahunan yang menimpa masyarakat Indonesia, khususnya wilayah DKI Jakarta. Namun, mirisnya yang terlihat dari upaya mitigasi yang di berikan oleh negara itu sangat lemah dan hasilnya pun hanya sekedar nama bahwa negara telah melakukan upaya tersebut.
Perlu di sadari oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya dari upaya mitigasi yang lemah oleh negara mencerminkan hilangnya Keseriusan negara untuk melindungi rakyatnya. Dan justru yang terjadi adalah merenggut nyawa dan menghancurkan penghidupan mereka.
Upaya mitigasi yang lemah yg di berikan oleh negara dapat di buktikan dari beberapa aspek. Permata aspek buruknya tatanan pengelolaan infrastruktur dalam mengendalikan banjir. Misal buruknya pengelolaan saluran drainase yang tak cukup menampung debit air hujan, yang terjadi malah menyebabkan air tergenang. Bukan mengalir mengikuti sistem saluran drainase yang di buat sebelumnya. Hal itu terjadi karena terdapat penyumbatan saluran sistem yang ada. Alhasil memperlihatkan bahwa kinerja yang di lakukan dalam sistem ini tidak di pembaharui sesuai kebutuhan yang seharusnya.
Kedua dari aspek pengelolaan lingkungan, misal terdapat masifnya penebangan hutan dan fungsi lahan. Hal ini juga masih rendahnya kesadaran masyarakat dan negara untuk menjaga lingkungan tempat ia berada. Masih saja membuang sampah sembarangan dan hutan pun tak di jaga oleh negara, justru di babat habis demi kepentingan golongan bukan rakyat.
Ketiga, aspek lambatnya respon ketika bencana datang. Mulai dari keterlibatan info peringatan, telatnya distribusi bantuan hingga kurangnya tempat pengungsian layak. Seluruh aspek ini menggambarkan bahwa jelas mitigasi yang di lakukan negara saat ini belum menjadi prioritas utama dalam menjalankan tugas kewajiban dalam pembangunan negara.
Sejatinya negara hari ini tidak menjalankan perannya dengan sungguh-sungguh untuk melayani rakyatnya. Justru negara berupaya keras menjadi regulator dan fasilitator para korporat. Pembangunan ataupun infrastruktur yang di kerjakan oleh negara hanya dengan tujuan keuntungan semata. Mengapa demikian? Sangat jelas, bahwa Indonesia mengadopsi kapitalisme untuk mengatur semua urusan kehidupan saat ini. Buktinya Kapitalisme mengorbankan keseimbangan ekosistem.Kebebasan para korporat dalam pembangunan infrastruktur hanya cukup mengejar materi saja misal dalam mengubah lahan resapan air menjadi kawasan garapan demi mengejar pertumbuhan ekonomi, memperburuk potensi banjir. Kawasan hijau dan lahan yang seharusnya berfungsi sebagai penyerapan air kini berubah menjadi kawasan industri, perumahan mewah, atau pusat perbelanjaan.
Inilah realitas yang terjadi jika Indonesia mengadopsi sistem Kapitalisme sekulerisme yakni sebuah sistem yang mengesampingkan urusan agama dengan kehidupan, yang terjadi malah kebobrokan. Entah kebobrokan para penguasa dan masyarakatnya menjadi acuh tak acuh.
Sungguh hanya kembali kepada Islam sebagai solusi atas seluruh problem kehidupan. Islam bukan hanya agama ritual tapi juga sebagai siyasi. Mengatur urusan umat.
Dalam sistem Islam, peran dan kewajiban negaralah untuk melakukan mitigasi terbaik. Artinya, negara memiliki tanggung jawab penuh atas rakyatnya yakni untuk menghindarkan rakyatnya dari segala mara bahaya termasuk risiko jika terjadi bencana yang.
Hal ini diwujudkan melalui tata kelola pembangunan negara yang benar serta penyusunan perencanaan yang matang dalam pembangunan. Negara yang menerapkan sistem Islam akan memastikan pembangunan kota dilakukan berdasarkan prinsip mitigasi bencana. Sehingga keselamatan rakyat menjadi prioritas utama.
Dalam Islam juga mendorong adanya pemetaan wilayah secara komprehensif berdasarkan letak geografisnya. Guna menentukan area yang aman untuk pemukiman, pertanian, maupun kegiatan ekonomi lainnya.
Salah satu contoh tata ruang kota pada masa kekhilafahan, yang terbebas dari bencana atau banjir adalah kota Baghdad, pada masa Kekhalifahan Abbasiyah. Dibangun pada tahun 762 M oleh Khalifah Al-Mansur, Baghdad dirancang dengan prinsip tata ruang yang sangat matang dan mempertimbangkan aspek geografis serta lingkungan. Kota ini dibangun di tepi Sungai Tigris, dengan sistem kanal dan saluran irigasi yang dirancang untuk mengelola air, mencegah banjir, dan menyediakan pasokan air bersih bagi penduduk.
Prinsip-prinsip Islam yang diterapkan dalam pembangunan kota adalah sebagai gambaran bagaimana Islam serius menjaga keselamatan dan kesejahteraan rakyat, melalui perencanaan yang sesuai dengan kondisi alam dan geografis setempat.
Sebab dalam Islam, negara berfungsi sebagai ra’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Fungsi ini menjadikan negara bertanggung jawab penuh dalam memastikan kesejahteraan dan keselamatan warganya. Termasuk mencegah dampak buruk dari bencana alam. Dengan menerapkan tata kelola yang sesuai dengan syariat.
Dalam Islam, negara berperan penuh menjaga dan melindungi rakyat dari kemudharatan. Bukan hanya sekadar pelaksana pembangunan kota. Sebagaimana hal ini sangat sesuai dari hadis berikut:
“Imam (pemimpin) adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka, hanya dalam Islam, kehidupan ini akan menjadi lebih terarah dan terpehatikan akan pemenuhan keamanannya. Maka hanya cukup kembali kepada Islam kita berharap agar hidup ini menjadi lebih bermakna.
Wallahualam bissawab.[]
*) Pegiat Literasi
Post a Comment